ISYARAT KEKASIH (refleksi syaksiah Islamiyah di Lembaga Pemasyarakatan)
Apakah kita berpikir setiap terjemah adalah Tafsir ?
Kehidupan adalah perjalanan panjang menafsirkan kitab Suci. Di setiap sudut perjalanan, ada makna yang bersesuaian. Sedang terjemah tidak selalu mengurai makna yang berpihak, terjemah memberi arti tanpa afiliasi.
***
Setiap kita memiliki kekasih, kesukaan, kecintaan atau juga idaman. Betapa perubahan itu banyak dihasilkan sebab tarikan-tarikan dari yang dikasih, yang disuka, dicinta dan diidam-idamkan. Percepatan, prestasi, karya, dari sifat positif ataupun negatif tidak lepas dari pengaruh itu. Maka menempatkan tentang siapa kekasih menjadi persoalan utama, sehingga tidak sampai menjadi orientasi yang salah.
Allah SWT memiliki kekasih, yang kita sebut dalam puji-pujian berlafadz "yaa Rosulullaah, Yaa Habiiballaah; Muhammad Ibni 'Abdillaah", menjadikan namanya selalu bersanding dengan nama-Nya. Kekasih Allah juga punya kekasih. Abu Bakr, shahabat terkasih, juga khadijah sebagai pasangan hidup terkasih. Demikian kah ? Bagaimana kah kita ?
***
Hari ini, saya kembali pulang larut, melepaskan diri dari Lapas di jam-jam sunyi tanpa mata hari. Kali ini, bukan tertahan dzikir dan yasinan, tetapi pesona tarian tradisional, nyanyian para kuwier, band, dan akustik yang merebut jiwa seni ku lebih jauh. Berbaris sasak singgah, mengalunkan nada jiwa yang terkurung lama. Seperti tengah melepas harap, membebaskan tekanan-tekanan, membiarkannya terbang bersama suara yang mengangkasa, dinikmati seluruh ruang udara, tanpa batas tembok beton ataupun jeruji besi.
Seperti itulah para napi (warga binaan) melepaskan beban, menitipkan do'a-do'a pada suaranya yang mengangkasa.
Ragam kesenian itu, ibarat pembasuh luka. Membuat setiap kita teringat bahwa kebebasan adalah kerjasama yang solid antar organ, bagian dan bahkan seluruh sel dalam tubuh kita. Kebebasan adalah hasil soliditas dan kesepakatan rasa untuk membiarkan apapun teraktualisasi, berekspresi sesuai kesanggupan rasa. Ada yang meliuk melalui tarian, ada yang menggema melalui suara, mengalun melalui musik, dan bahkan memecah bahana melalui tabuhan-tabuhan rebana. Ada juga yang terbang-terhanyut melalui puisi. Semuanya adalah pentas kebebasan.
Mereka, para warga binaan telah sedang menjalani sebuah konsekuensi atas nama kebebasan. Atas hasrat dan nafsu yang terlanjur dituruti. Atau, tidak juga luput yang menjalani masa tahanan tersebab kebebasan yang diidamkan, yang tertekan, yang tertawan, yang terkorban atau dikorbankan. Masa berontak telah habis, tinggal penerimaan terhadap nasib, terkurung merindu kebebasan.
Sebagian manusia ta'at, merangkak naik meraih derajat hamba. Merindu barokah yang sekian lama telah dilunta-lunta. Menggamit kasih Sang Maha Pengasih, dalam masa-masa panjang menjalani pembinaan. Meniti satuan tahun, untuk kembali pada hidupnya. Atau berjalan dalam ketidak pastian angka-pasti (penerima masa tahanan seumur hidup). Hidupnya bukan sedang meninggal, begitupun kehidupan tidak sedang ditinggalkannya. Hanya, kehidupan bermaksud memberi pelajaran lewat sudut putusan pengadilan.
Aduh, apakah kamu tau, jika mereka beradu resah.? Sambil menghafal pasal yang menjerat, yang ditutup milyaran rupiah untuk tidak naik kasus, atau yang terpaksa ditelan pahit bagi si miskin tanpa kuasa. Ya keterangan ini sudah pasti sepihak, dari pengakuan polos di sebuah percakapan datar. Tentunya, tidak di semua Lapas, sebab hari ini banyak Lapas telah beringsut menuju zona integritas, dimana keadilan lah yang menjadi tujuan bersama.
Keadilan adalah pesan-pesan Yang Maha Kuasa, berakrab dengan Taqwa; "i'diluu.. Huwa aqrobu littaqwa, wattaqullaah…" dan menjadi jaminan atas ada nya jalan keluar, bagi segala soal: "Wa man yattaqillaaha yaj'allahuu makhrooja", dengan arti, "barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka baginya Allah akan menjadikan (menyediakan) jalan keluar." (Q.S. At Tolak: 3)
Ada perintah, pada para pemilik iman, agar senantiasa menegakkan keadilan, (Q.S Al-Maidah: 8), yang tidak memilih-milah kasih, yang juga tidak diintervensi emosi dan benci. Agar para penegak keadilan itu lebih dekat kepada Taqwa (5:8).
Dan tidaklah penegak keadilan itu menjadi pekerjaan aparat saja, pengadilan saja, atau kejaksaan saja. Tapi juga menjadi tugas para penikmat kebebasan untuk adil pada masa depannya, pada resiko jabatan, serta pada waktu yang seharusnya diperlakukan secara adil. Pada diri, dan keturunan, keluarga dan martabat kemanusiaan.
Lagi-lagi, kekasih memberi isyarat. Perkara kebebasan telah dirangkum syahadat, perkara masalah pun dijanjikan jalan keluar, bagi Muttaqin.
Sedangkan profil Muttaqin adalah apa yang dijelaskan dalam surat ke dua Al-Qur'an setelah surat pembuka. Ia, Al-'Alim adalah Arrahman yang mengajarkan Qur'an, menjadi petunjuk bagi para muttaqin (orang-orang bertaqwa). Mereka adalah yang beriman bil ghoib, yang mendirikan sholat, yang menginfakkan "sebagian" rezeki pemberian-Nya. Mereka yang beriman (percaya) pada apa yang diturunkan pada Muhammad, dan pada apa-apa yang diturunkan sebelum Muhammad.
Rupanya penjelasan itu dititipkan pada sang Kekasih, Habiiballaah. Dan segala rahasia kebebasan, juga dititipkan pada sang Kekasih, begitupun dengan teka-teki silang kehidupan, telah ditulis kunci jawaban melalui jiwa sang Kekasih.
Merekalah, para Muttaqin, penurut dan pengikut sang Kekasih, sebagai penerima nisbah keberuntungan, BERUNTUNG menurut lanjutan ayat di Al Baqoroh, "Ulaa ika humul Muflihuun". Mereka juga yang ditetapkan sebagai pemenang, "inna lil Muttaqiina Mafaazaa" (78:32).
#Kekasih #Kebebasan #Al-Qur'an
LPP, 12/10/17
Kehidupan adalah perjalanan panjang menafsirkan kitab Suci. Di setiap sudut perjalanan, ada makna yang bersesuaian. Sedang terjemah tidak selalu mengurai makna yang berpihak, terjemah memberi arti tanpa afiliasi.
***
Setiap kita memiliki kekasih, kesukaan, kecintaan atau juga idaman. Betapa perubahan itu banyak dihasilkan sebab tarikan-tarikan dari yang dikasih, yang disuka, dicinta dan diidam-idamkan. Percepatan, prestasi, karya, dari sifat positif ataupun negatif tidak lepas dari pengaruh itu. Maka menempatkan tentang siapa kekasih menjadi persoalan utama, sehingga tidak sampai menjadi orientasi yang salah.
Allah SWT memiliki kekasih, yang kita sebut dalam puji-pujian berlafadz "yaa Rosulullaah, Yaa Habiiballaah; Muhammad Ibni 'Abdillaah", menjadikan namanya selalu bersanding dengan nama-Nya. Kekasih Allah juga punya kekasih. Abu Bakr, shahabat terkasih, juga khadijah sebagai pasangan hidup terkasih. Demikian kah ? Bagaimana kah kita ?
***
Hari ini, saya kembali pulang larut, melepaskan diri dari Lapas di jam-jam sunyi tanpa mata hari. Kali ini, bukan tertahan dzikir dan yasinan, tetapi pesona tarian tradisional, nyanyian para kuwier, band, dan akustik yang merebut jiwa seni ku lebih jauh. Berbaris sasak singgah, mengalunkan nada jiwa yang terkurung lama. Seperti tengah melepas harap, membebaskan tekanan-tekanan, membiarkannya terbang bersama suara yang mengangkasa, dinikmati seluruh ruang udara, tanpa batas tembok beton ataupun jeruji besi.
Seperti itulah para napi (warga binaan) melepaskan beban, menitipkan do'a-do'a pada suaranya yang mengangkasa.
Ragam kesenian itu, ibarat pembasuh luka. Membuat setiap kita teringat bahwa kebebasan adalah kerjasama yang solid antar organ, bagian dan bahkan seluruh sel dalam tubuh kita. Kebebasan adalah hasil soliditas dan kesepakatan rasa untuk membiarkan apapun teraktualisasi, berekspresi sesuai kesanggupan rasa. Ada yang meliuk melalui tarian, ada yang menggema melalui suara, mengalun melalui musik, dan bahkan memecah bahana melalui tabuhan-tabuhan rebana. Ada juga yang terbang-terhanyut melalui puisi. Semuanya adalah pentas kebebasan.
Mereka, para warga binaan telah sedang menjalani sebuah konsekuensi atas nama kebebasan. Atas hasrat dan nafsu yang terlanjur dituruti. Atau, tidak juga luput yang menjalani masa tahanan tersebab kebebasan yang diidamkan, yang tertekan, yang tertawan, yang terkorban atau dikorbankan. Masa berontak telah habis, tinggal penerimaan terhadap nasib, terkurung merindu kebebasan.
Sebagian manusia ta'at, merangkak naik meraih derajat hamba. Merindu barokah yang sekian lama telah dilunta-lunta. Menggamit kasih Sang Maha Pengasih, dalam masa-masa panjang menjalani pembinaan. Meniti satuan tahun, untuk kembali pada hidupnya. Atau berjalan dalam ketidak pastian angka-pasti (penerima masa tahanan seumur hidup). Hidupnya bukan sedang meninggal, begitupun kehidupan tidak sedang ditinggalkannya. Hanya, kehidupan bermaksud memberi pelajaran lewat sudut putusan pengadilan.
Aduh, apakah kamu tau, jika mereka beradu resah.? Sambil menghafal pasal yang menjerat, yang ditutup milyaran rupiah untuk tidak naik kasus, atau yang terpaksa ditelan pahit bagi si miskin tanpa kuasa. Ya keterangan ini sudah pasti sepihak, dari pengakuan polos di sebuah percakapan datar. Tentunya, tidak di semua Lapas, sebab hari ini banyak Lapas telah beringsut menuju zona integritas, dimana keadilan lah yang menjadi tujuan bersama.
Keadilan adalah pesan-pesan Yang Maha Kuasa, berakrab dengan Taqwa; "i'diluu.. Huwa aqrobu littaqwa, wattaqullaah…" dan menjadi jaminan atas ada nya jalan keluar, bagi segala soal: "Wa man yattaqillaaha yaj'allahuu makhrooja", dengan arti, "barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka baginya Allah akan menjadikan (menyediakan) jalan keluar." (Q.S. At Tolak: 3)
Ada perintah, pada para pemilik iman, agar senantiasa menegakkan keadilan, (Q.S Al-Maidah: 8), yang tidak memilih-milah kasih, yang juga tidak diintervensi emosi dan benci. Agar para penegak keadilan itu lebih dekat kepada Taqwa (5:8).
Dan tidaklah penegak keadilan itu menjadi pekerjaan aparat saja, pengadilan saja, atau kejaksaan saja. Tapi juga menjadi tugas para penikmat kebebasan untuk adil pada masa depannya, pada resiko jabatan, serta pada waktu yang seharusnya diperlakukan secara adil. Pada diri, dan keturunan, keluarga dan martabat kemanusiaan.
Lagi-lagi, kekasih memberi isyarat. Perkara kebebasan telah dirangkum syahadat, perkara masalah pun dijanjikan jalan keluar, bagi Muttaqin.
Sedangkan profil Muttaqin adalah apa yang dijelaskan dalam surat ke dua Al-Qur'an setelah surat pembuka. Ia, Al-'Alim adalah Arrahman yang mengajarkan Qur'an, menjadi petunjuk bagi para muttaqin (orang-orang bertaqwa). Mereka adalah yang beriman bil ghoib, yang mendirikan sholat, yang menginfakkan "sebagian" rezeki pemberian-Nya. Mereka yang beriman (percaya) pada apa yang diturunkan pada Muhammad, dan pada apa-apa yang diturunkan sebelum Muhammad.
Rupanya penjelasan itu dititipkan pada sang Kekasih, Habiiballaah. Dan segala rahasia kebebasan, juga dititipkan pada sang Kekasih, begitupun dengan teka-teki silang kehidupan, telah ditulis kunci jawaban melalui jiwa sang Kekasih.
Merekalah, para Muttaqin, penurut dan pengikut sang Kekasih, sebagai penerima nisbah keberuntungan, BERUNTUNG menurut lanjutan ayat di Al Baqoroh, "Ulaa ika humul Muflihuun". Mereka juga yang ditetapkan sebagai pemenang, "inna lil Muttaqiina Mafaazaa" (78:32).
#Kekasih #Kebebasan #Al-Qur'an
LPP, 12/10/17
Komentar
Posting Komentar