SEBAGAI INSTRUKTUR KAMMI (1)

Catatan Alternatif, Instruktur KAMMI

Oleh: Emas Rahayu
_____________________________________

*Tanggapan atas Esai Alternatif Alikta Hasnah Safitri yang belum berhasil dibaca, karena bukunya belum sampai diantar kurir, kurirnya kebingungan mencari alamat pemesan.
______________________________________


Identitas sebagai Instruktur menjadi peran yang dipilih sebagian kader AB2 ataupun AB3,  yang secara sadar dijalankan dalam upaya menjaga nafas gerakan; yang secara istilah menjadi salah satu penjamin kelangsungan hidup gerakan, KAMMI. Gerak awal atas langkah kesadaran inilah yang dibuktikan dengan keikut sertaan dalam TFI.

Sebagai ikhtiar pembekalan calon Instruktur KAMMI, dalam design nya, TFI memadukan antara pengetahuan dan keterampilan sekaligus, yang ditujukan untuk membentuk para pelaksana pengkader dalam instrumen perangkat kaderisasi -membentuk pengkader-,  yaitu Instruktur KAMMI.

Secara definitif dalam permenristekdikti no 44 tahun 2014, Instruktur memiliki padanan makna yang sama dengan pendidik. Yang mengajar, yang memberikan pengetahuan, sehingga dapat menumbuhkan daya berpikir manusia dan membantunya dalam meningkatkan kapasitas diri. Dalam bahasa freire praktik pendidikan ini harus (sampai) dapat membangkitkan kesadaran kritis. Sehingga menjadi instruktur kammi berarti menjadi pelaku perubahan dengan jalan mendidik generasi KAMMI.

Mendidik dengan perlakuan holistik, yang juga tidak saja menjadi Instruktur materi tetapi bertindak langsung mengelola jalannya dauroh sehingga dapat terlaksana dan menghasilkan sesuai dengan yang dicita-citakan KAMMI. Pengelolaan ini menjadi suatu kerja kolektif dimana Master of Training (MoT) bertindak sebagai koordinator, sebagaimana "dirijen" dalam paduan suara atau juru masak di dapur hajatan pesta. Ia mengolah berdasarkan panduan, sehingga jika itu sebuah masakan, ia yang menentukan kapan garam dimasukan, berapa banyak gula yang ditambahkan, kapan merica dicampurkan, juga apakah perlu tambahan rempah atau tidak. Pun, jika itu ibarat orkestra pertunjukan musik, ia juga memberi komando kapan piano dimainkan, pada bagian mana gitar mulai dipetik, dan di ritme mana biola perlu digesek. Ini skill MoT pada umumnya, yang terbentuk melalui serangkaian skill kompetensi dalam jenjang keinstrukturan.

Yang lebih substansial, ditulis oleh Alikta Hasnah Safitri, AB2 KAMMI Solo, dalam Esainya tentang bagaimana mengelola training pengkaderan.


"Maka, sebagai MOT, yang harus kita lakukan antara lain: memberi kesempatan kepada peserta dauroh untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, memberi kesempatan pada peserta dauroh untuk mencoba gagasan baru kemudian mendebatnya untuk selanjutnya mendorong peserta dauroh memikirkan perubahan gagasan mereka."

Jelas, Alikta memandang bahwa peserta dauroh harus diperlakukan sebagai subjek dalam hal reproduksi sebuah gagasan. Tidak ada dominasi MoT sekalipun kecuali pada titik yang bersifat doktrinasi, itupun lebih menjadi wilayah Instruktur materi di materi-materi tertentu. Lebih jauh, ia memberi alasan,


"Mengapa demikian? Sebab, konstruksi pengetahuan yang ideal erat sekali kaitannya dengan pola pikir divergen, yakni kemampuan menghasilkan jawaban alternatif. Kemampuan ini dapat dikembangkan dengan mencoba berbagai alternatif jawaban guna penyelesaian masalah, sehingga mereka dapat memiliki keluwesan berpikir yang secara fleksibel dapat dikembangkan dalam mengatasi berbagai persoalan yang berbeda di lingkungan sekitar. Lebih jauh lagi, diharapkan kader berhasil mengemukakan ide dan gagasan yang orisinal serta kemampuan mengelaborasi ide sampai pada hal yang sifatnya detil."

Iklim dialektika yang hidup dalam proses dauroh menjadi satu diantara fokus yang perlu diperhatikan. Sebab, yang saya sepakati dari kutipan di atas ialah adanya elaborasi ide yang menekankan pada optimalisasi berpikir setiap peserta sehingga mendukung terjadinya pendidikan yang transformatif, yang menghasilkan perubahan.
Inti selanjutnya ialah mengahsilkan karakter problem solver melalui keluwesan berpikir yang dapat dikembangkan secara fleksibel.

Secara terpadu instruktur meramu setiap pelatihan KAMMI, sehingga generasi KAMMI menjadi tanggung jawab kader KAMMI untuk ditumbuh-kembangkan.
Kompetensi pendidik juga manajer, mutlak diperlukan.

Dalam bahasa Eri Sudewo kompetensi ini akan tumbuh dari kapasitas dan kapabilitas secara korelatif. Kapasitas yang diartikan sebagai daya tampung, dapat ditingkatkan dalam bata-batas tertentu. Sementara kapabilitas merupakan kemampuan untuk mengelola atau mengolah kapasitas tersebut; ia terbangun atas kreatifitas, konsistensi dan komitmen, serta pengalaman sebagai bahan baku eksternal. Ia menyimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dalam mengemban tugas, menyelesaikan pekerjaan, atau menangani persoalan.

Semakin menginsyafi peran kita, akan selalu sampai pada sebuah kesimpulan bahwa Instruktur harus bertingkat-tingkat lebih baik dalam pemahaman akan gerkan, dalam perlakuan terhadap gerakan, sehingga menunjang jalan kontribusi yang harus dilakoni sebaik mungkin.



Tasikmalaya, 25 Ramadhan 1438 H

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harusnya, Munadzomun Fii Syu'unihi

SEBAGAI INSTRUKTUR KAMMI (2)