MEMBANGUN MANUSIA MERDEKA : DIANTARA FAEDAH ZAKAT
Dalam daftar mustahiq
zakat (orang yang berhak menerima zakat), dalam Al-Qur;an Allah SWT menerangkan
ke delapan golongan yang menjadi sasaran penerima zakat. Redaksi ayat dalam
arti bahasa Indonesianya begini, “Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat (amilin), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah SWT, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S At-Taubah : 60)
Keterangan tersebut
merupakan dalil qath’i yang Allah SWT
tetapkan kepada orang-orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya.
Disamping berbagai faedah yang didapatkan, kepatuhan kita terhadap Al-Qur’an
merupakan suatu konsekuensi logis yang tidak dapat ditawar-tawar, sehingga
pemenuhan atas perintah dan anjurannya merupakan suatu keharusan meskipun ia
tanpa manfaat materiil secara langsung. Pembakuan dari Allah SWT tersebut,
sangat kental dengan nuansa sosial – masyarakat, keadilan, dan pemerdekaan atas
hak individu untuk menjaga kehormatan dirinya, dan meneguhkan harga dirinya,
menjaga diri dari mendzolimi diri sendiri dan orang lain dengan cara yang
(jelas) dibenarkan Allah SWT sebagai hakim tertinggi.
Sebagian pihak dari asnaf
penerima zakat itu adalah mereka yang dalam kondisi lemah secara lahiriah,
dimana ia tidak mampu memmenuhi kebutuhan dasar seperti makan, sebagian lagi
adalah orang yang terdzolimi dan berpotensi ditindas oleh manusia lainnya,
seperti orang yang memiliki hutang, dan sebagian lagi adalah mereka yang berada di jalan Allah, menghidupkan
agama Allah dengan totalitas, sehingga peran pribadi untuk diri dan keluarganya
menjadi tidak stabil. Maka dapatlah dibenarkan bahwa kelemahan seseorang dari
segi harta atau ketidak cukupan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya, akan memberi pengaruh pada izzah
atau kehormatan dirinya. Melalui subsidi umat Islam inilah, Allah SWT
bermaksud meratakan kesejahteraan, serta menjaga hak dasar manusia untuk tetap
hidup secara terhormat.
Orang-orang yang
teridentifikasi dalam ayat ‘athii-‘ullaaha
wa ‘athii-‘urrasuul wa ulil amri minkum,” melalui pelaksanaan kewajiban
berzakat, akan meyakini adanya faedah-faedah yang berimplikasi pada diri dan
kehidupan sosialnya. Setidaknya zakat memiliki faedah diniyah, faedah khuluqiyah dan faedah ijtima’iyyah. Beberapa
faedah ini rupanya menjadi pembangun atas integritas sebuah masyarakat dengan
peneguhan peran hamba secara vertikal dan horizontal. Aspek ta’abudi dari faedah diniyah dan khuluqiyahnya, juga aspek muamalah
dari faedah ijtima’iyah nya.
Pada faedah diniyah, bahwa
secara sadar seseorang telah menjalankan kewajiban rukun agamanya sehingga
peran kehambaan dapat tegak. Inilah yang menjadi penghantar hubungan baik
dengan Allah SWT sebagai pencipta kita dan syari’at Islam, dimana aktivitas ini
kita kenal dengan istilah Taqarrub
ilallaah, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selain itu balasan pahala yang
berlipat juga Allah janjikan dalam Al-Baqarah : 276 “Allah SWT memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” Sedekah inilah yang menjadi sarana pengganda
kebaikan (pahala) yang diterangkan dalam hadist Muttafaqun ‘alaih.
Adapaun dalam faedah khuliqiyah (segi akhlaq), zakat tidak
saja danggap sebagai cara menyucikan harta, tetapi makna tazkiyat juga dimaknai untuk menyucikan diri, sehingga berimplikasi
pada akhlaqul karimah, sebagaimana
yang diterangkan Sayyid Hawa dalam kitab
Tazkiyatun Nafs. Jiwa yang tersucikan adalah modal utama dari rangkaian
kebaikan yang akan dilahirkan manusia, pancaran dari jiwa yang suci ini mampu
menuntun akhlaq Karimah, akhlak yang
baik. Zakat juga menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada
kepada pribadi pen-zakatnya (Muzakki),
sehingga identik dengan sikap rahmah (belas
kasih) dan penyantun kepada sesamanya. Realitanya, menyumbangkan sesuatu yang
bermanfaat baik berupa harta, raga, ataupun pemikiran bagi kaum muslimin akan
melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sehingga menjadi sebab pasti ia akan
dicintai dan dihormati sebagaimana
tingkat pengorbanannya.
Sedangkan faedah ijtima’iyah secara jelas menjadi implikasi
dari distribusi zakat, yang idealnya mempu memeratakan kesejahteraan, memicu
terjadinya pertumbuhan ekonomi dengan menekan kaum fakir – miskin yang tidak
berdaya. Zakat dianggap dapat memberikan support kekuatan bagi kaum Muslimin
sehingga mengangkat eksitensinya, ini dapat dilihat dalam kelompok mustahiq zakat salah satunya Mujahidin fii sabilillah dan atau orang
yang terlilit hutang. Dalam aspek ini, zakat menjadi sarana dalam membantu
memenuhi hajat hidup fakir miskin, yang menjadi bagian masyarakat mayoritas di sebagian
besar negara di dunia.
Orang yang miskin
bergantung pada yang kaya, seorang budak tunduk pada majikan, orang yang
berhutang diperbudak atau terkekang oleh orang yang dihutangi. Perilaku dan
kondisi ini merupakan sesuatu yang manusiawi, sebagai mana hukum alam yang membenarkan
bahwa yang lemah akan kalah dan yang kuat akan menang. Jika hal ini terus
berlangsung maka akan menafikan peran Islam sebagai pengatur tata kehidupan
manusia, yang menjaminkan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat. Melalui Islam ini, Allah SWT menjaminkan
aturan yang membangun kesadaran bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
kebebasan setiap manusia untuk hanya tunduk kepada Allah SWT saja, sebagai Maalikul Mulk.
Rules yang diciptakan Allah SWT., memberikan ruang bagi hamba-Nya untuk hidup
saling menghormati dan menghargai. Setiap manusia yang bersyahadat perlu dijaga
kebebasannya atas berbagai aktivitas penghambaan terhadap mahluk, dan tunduk
sepenuhnya pada Allah SWT sebagai manifestasi persaksian dalam Syahadatain.
Wallahu ‘alam Bissawwab..
Komentar
Posting Komentar