Kesalahan
Salah dan kesalahan selalu mencari pembenaran untuk tidak disalahkan.
Kesalahan adalah sesuatu yang dianggap bermasalah sebab dari salah yang
diperbuat itu. Salah adalah kewajaran dari sifat manusia. “al-insanu fii mahalil khotto’ wa an-nisyan” bahwa manusia adalah
tempatnya salah dan lupa. Walaupun demikian tidak diperkenankan untuk mencari
pembenaran dan selalu menjadikannya dalil atas setiap salah dan kekeliruan.
Seseorang yang bersalah bisa tersebab dari kebodohan atau luputnya ingatan,
namun ada juga yang terbiasa mencari-cari kesalahan dan berbuat salah itulah yang tercela.
Salah memang tiada yang tertpuji namun dapat dimaklumi ketika tersebab
oleh yang pertama tadi, bodoh (tidak tahu) atau lupa, sebagaimana Allah SWT pun
tidak menghukum orang yang tidak tahu dan lupa terhadapnya. Sebab itulah
mencari ilmu dihukumkan wajib, agar manusia terputus dengan kebodohan dan
terhindar dari salah yang berlebihan.
Tidak diperkenankan kita mengucilkan orang yang bersalah apalagi
menghakimi. Orang yang salah tidak untuk dijauhi dan dipojokan, sebab kewajiban
kita untuk saling menashihati dalam kebaikan, taqwa dan kesabaran adalah lebih
besar dari hardikan dan pengabaian kita terhadapnya. Dekati kembali dan
ajarilah ia. Manusia mana yang sanggup menanggung salah selama hidupnya, tentu
tidak ada. Dan siapakah yang akan tetap betah dengan salahnya, ketika memahami
bahwa salah itu mendatangkan kerugian berkali-kali.
Kesalahan adalah
cara kita bertemu dengan kebenaran,
kesalahan adalah
jembatan, yang memadukan alfa ku dan jeniusmu
yang menjadi
alasan kebersamaan
untuk saling
melengkapi dan menyempurnakan
Jika kesalahan dibiarkan itulah
pelanggaran, tidak boleh ia dijalankan oleh seorang yang memiliki iman. Iman
yang berarti keyakinan dengan pembenaran dalam hati dan pembuktian dengan
perbuatan serta dilafadzkan dengan lisan. Iman dan kesalahan adalah dua
kalimat-Nya yang disebrangkan, sebagai kebalikan dan bertanda ciptaan serta
aturan-Nya yang berpasang-pasangan. Milikilah iman untuk terhindar dari
kesalahan, serta bijaklah terhadap kesalahan agar beroleh manisnya iman.
Yang Maha Benar itu Allah SWT,
yang tidak pernah salah itu malaikat, sebab ia tak dibekali nafsu dan syahwat,
yang terjaga dari salah itu Nabi dan Rosul yang memperoleh maksum. Allah Yang
Maha Benar mengajarkan kebenaran itu melalui para utusan yang dimaksum-Nya
(terpelihara dari dosa dan kesalahan), diantar dengan perantara Mahluk suci tak
pernah salah, sehingga sampai kepada manusia untuk dikenakannya dalam alam
kehidupan. Sedang manusia adalah hamba terhadap segala yang dicintainya, jika
ia mencintai diri, maka bahaya baginya sebab perbuatan apapun akan ditindaknya
demi diri, sedang diri adalah tempat berkumpulnya nafsu dan syahwat, kecuali
nafsu yang dipenuhi rahmat. “Wa maa
u-barri-u nafsi Inna an-nafsa la ammarotun bi assuu-i illaa maa Rahima Rabbii” –
“Dan aku tidak menyatakan diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu mendorong pada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat
oleh Tuhan-ku. ...” (Q.S. Yusuf, 12 : 53). Beruntunglah jika manusia yang telah mencintai
Tuhan, Allah SWT sehingga ia mencintai-Nya melebihi rasa cinta terhadap diri
dan mahluk lainnya. Cinta kepada Allah SWT adalah cinta pada sumber kebenaran
yang tidak akan disalahkan.
Bersiakap bijak terhadap
kesalahan adalah akhlaq budi yang terpuji, jika kesalahan diulang setelah habis
kita menashihatkan dan membetri bimbingan barulah kita pisahkan ia dengan
pekerjaan yang menjadi sebab ia tersalah. Batasi tindakan kita pada pekerjaan
dan perilaku salahnya saja, hendaklah pisahkan dengan perasaan tidak cinta
terhadap pribadinya. Berwasiatlah dengan baik, taqwa dan kesabaran serta tutupi
aibnya. Sebagaimana penuturan Hadits Shahih, “man satarol Musliman Satarollaahu ayyubahu yaumal qiyamah” – “Barangsiapa
yang menutupi aib (kesalahan) saudara sesama Muslim, maka Allah SWT akan
menutup aib (kesalahannya) di hari kiamat”.
Wallaahu
‘alam
Komentar
Posting Komentar