Logika Membangun Gerakan Perempuan (Sebuah Ijtihad)
"Manusia-manusia purba ini bermain, bercinta, menjalin persahabatan dan bersaing demi status dan kekuasaan. Namun simpanse, babun, gajah juga melakukannya".
Tidak ada yang istimewa pada manusia. Tak seorang pun, -termasuk juga para manusia itu sendiri- yg sedikitpun berpikir suatu saat akan berjalan di Bulan, memecah atom, membaca sandi genetik, dan menulis buku sejarah. Yang terpenting diketahui soal manusia purba adalah bahwa mereka meruoakan hewan tak berarti, dengan dampaknya terhadap lingkungan tak lebih besar daripada gorila, kunang-kunang, atau ubur-ubur.
Ada yang pernah membaca penggalan kalimat itu ?
Mungkin sebagian pernah, atau bahkan baru sempat mendengar nama penulis buku nya; yaitu Yuval Noah Harari. Tanpa bermaksud untuk meresensi apalagi membedah, sama sekali bukan ke arah itu. Saya hanya hendak mengajak nona sekalian merenung dalam (kalaupun masih sulit utk tadabbur), dengan kalimatnya yang menggandrungi lahirnya 3 revolusi besar dalam perjalanan sejarah umat manusia (revolusi kognitif, revolusi pertanian dan revolusi sains). Sekali lagi, saya tidak akan membahas itu :)
Apa yang dikutip dari kalimat Harari tadi mengantarkan kita pada kesadaran penciptaan manusia. Bahwa siapa pun yang telah makrifat atas diri nya, pastilah ia makrifat pada penciptanya, demikian para ulama mewasiatkan.
Sebelum membedah urgensi adanya sebuah gerakan; apalagi berbasis gender, sebelum kita pun membelah peranan, tugas, fungsi dan tanggung jawab, kita perlu tahu bahwa tiga agama besar di dunia, yahudi, kristen dan islam, sepakat mengenai asal mula keberadaan manusia itu dari Adam, hingga kemudian dihadirkan Hawa.
Al Qur'an mengunci teori ini melalui Q.S Annisa ayat pertama. Menariknya, ayat ini jika dicermati sesungguhnya telah mengandung perangkat metodologi gerakan perempuan yang bisa kita runut dan aplikasikan tentunya, -saya kira, sebagiannya pun suddah disampaikan pemateri kedua-. Asal mula kejadian manusia ini kemudian membawa inspirasi mengenai kedudukan perempuan dalam peradaban.
*Meninjau Asal Mula, Belajar dari Adam dan Hawa*
Keduanya diberi kediaman mulia oleh Allah SWT, dengan ditempatkan di Surga 'Adn. Lalu keduanya diperdaya Iblis sehingga terusir dari tempat tersebut.
Buya Hamka, dalam salah satu karangannya menulis runut kisah ibu bapak umat manusia ini. Dikutip dalam kitab perjanjian lama pasal III dijelaskan bahwa iblis yang meperdaya Adam dan Hawa menumpang di dalam mulut ular dan dikatakan bahwa ular adalah binatang yg paling cerdik dan penipu. Dikatakan juga bahwasanya yang tertipu lebih dulu ialah Hawa, si istri, karena perempuan adalah jenis manusia yang lemah dan mudah terpedaya. Kristen telah menjadikannya dasar ajaran, bahwasanya manusia dilahirkan dalam dosa sehingga diusir ke dunia. Yang menjadi pangkal timbulnya dosa ialah perempuan karena lebih dahulu terpedaya oleh iblis kemudian memakan buah terlarang.
Namun kemudian, dari naskah kitab perjanjian lama yang diteliti Buya Hamka, ia yakini bahwa Al Qur'an telah memiliki pandangan adil mengenai kedua nya. Yang pada intinya, kesalahan itu tidak bisa serta merta dibebankan pada perempuan. Kita periksa Al Qur'an sebagai kitab terakhir yang diwahyukan Tuhan (Allah) Sang Maha Pencipta.
1). Q.S Al Baqoroh ayat 36 sangat jelas mengatakan bahwa keduanya sama-sama digelincirkan oleh setan sehingga keduanya juga lah yang menanggung akibat untuk dikeluarkan Allah dari Surga, dan menempati alam dunia.
2). Dalam Q.S Al A'raaf ayat ke 20, dijelaskan bahwa yang diperdayakan dan diberi was-was oleh setan sehingga memakan buah yang terlarang itu ialah keduanya, artinya baik Adam atau pun Hawa keduanya sama-sama bertanggung jawab dan sama-sama bersalah.
Adalagi, Q.S Thaaha mengungkapkan lebih tegas, bahwa yang pertama-tama bersalah sesungguhnya bukanlah Hawa diantara keduanya, melainkan Adam-lah yang bertanggung jawab atas kesalahannya, tegasnya laki-laki.
Q.S Thaaha ayat 15,
ولقد عهدنا إلى ادم من قبل فنسي ولم نجد له عزما
"Dan sunghuh, telah Kami pesankan kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan Kami tidak dapati kemauan kuat padanya."
Di ayat ini terlihat jelas tanggung jawab seorang laki-laki dan kepada orang yang beftanggung jawab tersebut dijatuhkan perintah dan diambil janji bahwa tidak akan dimakannya buah ya g terlarang. Akan getapi, dia lupa akan perintah tersebut atau dia telah lalai.
Kisah ini, dikukuhkan Al Qur'an dalam ayat ke 120,121 dan 122 sebagai berikut :
"Kemudian setan membisikan (pikiran jahat) kepadanya, dengan berkata, 'Wahai Adam, maukah kau ku tunjukkan kepada mu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa ?"
"Lalu keduanya memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mewka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga dan telah durhaka lah Adam kepada Tuhannya dan telah sesat lah dia."
"Kemudian Tuhannya memilih dia, maka dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk."
Dari runutan ini, kita mendapati dua gambaran karakter manusia antara laki-laki dan perempuan yang dikisahkan oleh Kitab Kejadian (Perjanjian Lama) sebagai pegangan orang Yahudi dan Kristen, dengan yang dikisahkan oleh Al Qur'an.
Buya Hamka kemudian memberi simpulan bahwa pribadi yang bernama Adam yang tersebut dalam Kitab Kejadian ialah seorang yang lemah, lekas jatuh diperdaya istrinya. Sementara Al Qur'an menyebutkan bahwa keduanya memiliki andil yang sama, sama-sama tergoda, sama-sama terpedaya oleh bisikan iblis.
.
.
*Gerakan Perempuan adalah Ikhtiar Mewujudkan Keseimbangan*
Jangan samakan seimbang dengan setara. Mungkin, kerapkali banyak dari sebagian aktivis menyamakannya. Feminis, apalagi yang begitu gencar mengusung kesetaraan, seolah-olah jika telah setara akan seimbang. Jika seimbang, maka itulah Adil. Hati-hati, umat Islam tidak boleh gagal dalam memahami konsep Adil, yang jelas-jelas menjadi misi jangka panjang kita. Tegas sekali, Allah mengungkap ini sebagai tugas manusia seluruhnya (Q.S Al Maidah ayat 8) yang akan mendekatkan manusia kepada Taqwa (sebagai orientasi).
Keseimbangan dan kesetaraan adalah dua terma dengan makna berbeda, dimana keseimbangan adalah misi Tuhan yang dijalankan sebagai manifestasi dari sifat Arrahman-Nya (Q.S Arrahman ayat 8). Maka ayat ke delapan ini juga mengantarkan kita pada sebuah konsep ketuhanan dan keberadaan alam semesta, juga eksistensi manusia (khususnya mukmin) sebagai pewarisnya yg sah. Maka dari Arrahman itulah kita belajar, bagaimana setiap manusia memiliki peran, fungsi dan tugas utama, yaitu menjaga keseimbangan yang telah diletakkan-Nya.
Maka, gerakan yang benar adalah gerakan yang berusaha menjaga keseimbangan (kayak lagi bahas teori senam kebugaran ya, hehe)
*Menyoal Gerakan Perempuan Progresif*
Progresif andai boleh saya memaknainya dalam bahasa arab, mungkin ia mendekati pada makna dawam, atau tawasul; walaupun dalam terma modern saya lebih suka menyejajarkannya dengan makna visioner. Secara baku, menurut buku-buku dan artikel yang ditulis pengertian progresif adalah suatu perubahan yang terjadi yang sifatnya maju, meningkat, meluas, berkelanjutan atau bertahap selama periode waktu tertentu. Dalam bahasa politik, progresif seringkali diartikan sbg orang yang mendukung ide-ide baru dan perubahan sosial yang modern.
Singkatnya progresifitas perlu diberikan penekanan yang lebih substansial, yaitu berorientasi pada keabadian (ukhrowi), dan responsif terhadap permasalahan yang berkembang (adaptif dengan zamannya).
Gerakan-gerakan ini misalnya, dicontohkan Al Ghazali saat mengatasi kekalahan umat di era perang salib. Dengan penetrasi madrasah dan pembaharuan sistem pendidikan, mulai dari tujuan pengajaran, kurikulum, sasaran, dlsb. Sebagai perempuan, hal ini perlu disikapi dengan serius mengingat sebuah qoul ulama, "Al Ummu Madrasatul Uula", bahwa ibu yang tidak lain adalah perempuan ini merupakan madrasah pertama.
Kedua, contoh itu secara spesifik, kita temukan pada para perempuan di Indonesia seperti Rohana Kuddus, R.A Dewi Sartika, dll. Apa yang dilakukan Rohana ataupun Dewi sartika di bidang pengajaran untuk kaum nya, dan juga tentu saja Kartini, merupakan respon atas keprihatinan kondisi yang dialami perempuan umum saat itu. Barangkali, lebih sederhana dari konstruksi gerakan yang kita bayangkan.
Di Indonesia sendiri gerakan progresif dicontohkan oleh misalnya, K.H Ahmad Dahlan, dimana kepulangannya dari Makkah saat itu, membangkitkan kesadaran bathin nya, penting melakukan gerakan amar ma'ruf nahyi munkar. Dimana tak lain saat itu dilatari dengan fenomena TBC di tengah umat, disamping juga kolonialisme yg meraja.
Jika kita cermati, dari beberapa sumber yg menceritakan kelahiran Muhammadiyah, salah satu spirit gerakan nya itu ialah hasil tadabbur dari Q.S Al Maaun, yang ia hayati, lalu diajarkan pada para santrinya, hingga menjadi alasan untuk melakukan gerakan-gerakan sosial.
Tidak ada yang istimewa pada manusia. Tak seorang pun, -termasuk juga para manusia itu sendiri- yg sedikitpun berpikir suatu saat akan berjalan di Bulan, memecah atom, membaca sandi genetik, dan menulis buku sejarah. Yang terpenting diketahui soal manusia purba adalah bahwa mereka meruoakan hewan tak berarti, dengan dampaknya terhadap lingkungan tak lebih besar daripada gorila, kunang-kunang, atau ubur-ubur.
Ada yang pernah membaca penggalan kalimat itu ?
Mungkin sebagian pernah, atau bahkan baru sempat mendengar nama penulis buku nya; yaitu Yuval Noah Harari. Tanpa bermaksud untuk meresensi apalagi membedah, sama sekali bukan ke arah itu. Saya hanya hendak mengajak nona sekalian merenung dalam (kalaupun masih sulit utk tadabbur), dengan kalimatnya yang menggandrungi lahirnya 3 revolusi besar dalam perjalanan sejarah umat manusia (revolusi kognitif, revolusi pertanian dan revolusi sains). Sekali lagi, saya tidak akan membahas itu :)
Apa yang dikutip dari kalimat Harari tadi mengantarkan kita pada kesadaran penciptaan manusia. Bahwa siapa pun yang telah makrifat atas diri nya, pastilah ia makrifat pada penciptanya, demikian para ulama mewasiatkan.
Sebelum membedah urgensi adanya sebuah gerakan; apalagi berbasis gender, sebelum kita pun membelah peranan, tugas, fungsi dan tanggung jawab, kita perlu tahu bahwa tiga agama besar di dunia, yahudi, kristen dan islam, sepakat mengenai asal mula keberadaan manusia itu dari Adam, hingga kemudian dihadirkan Hawa.
Al Qur'an mengunci teori ini melalui Q.S Annisa ayat pertama. Menariknya, ayat ini jika dicermati sesungguhnya telah mengandung perangkat metodologi gerakan perempuan yang bisa kita runut dan aplikasikan tentunya, -saya kira, sebagiannya pun suddah disampaikan pemateri kedua-. Asal mula kejadian manusia ini kemudian membawa inspirasi mengenai kedudukan perempuan dalam peradaban.
*Meninjau Asal Mula, Belajar dari Adam dan Hawa*
Keduanya diberi kediaman mulia oleh Allah SWT, dengan ditempatkan di Surga 'Adn. Lalu keduanya diperdaya Iblis sehingga terusir dari tempat tersebut.
Buya Hamka, dalam salah satu karangannya menulis runut kisah ibu bapak umat manusia ini. Dikutip dalam kitab perjanjian lama pasal III dijelaskan bahwa iblis yang meperdaya Adam dan Hawa menumpang di dalam mulut ular dan dikatakan bahwa ular adalah binatang yg paling cerdik dan penipu. Dikatakan juga bahwasanya yang tertipu lebih dulu ialah Hawa, si istri, karena perempuan adalah jenis manusia yang lemah dan mudah terpedaya. Kristen telah menjadikannya dasar ajaran, bahwasanya manusia dilahirkan dalam dosa sehingga diusir ke dunia. Yang menjadi pangkal timbulnya dosa ialah perempuan karena lebih dahulu terpedaya oleh iblis kemudian memakan buah terlarang.
Namun kemudian, dari naskah kitab perjanjian lama yang diteliti Buya Hamka, ia yakini bahwa Al Qur'an telah memiliki pandangan adil mengenai kedua nya. Yang pada intinya, kesalahan itu tidak bisa serta merta dibebankan pada perempuan. Kita periksa Al Qur'an sebagai kitab terakhir yang diwahyukan Tuhan (Allah) Sang Maha Pencipta.
1). Q.S Al Baqoroh ayat 36 sangat jelas mengatakan bahwa keduanya sama-sama digelincirkan oleh setan sehingga keduanya juga lah yang menanggung akibat untuk dikeluarkan Allah dari Surga, dan menempati alam dunia.
2). Dalam Q.S Al A'raaf ayat ke 20, dijelaskan bahwa yang diperdayakan dan diberi was-was oleh setan sehingga memakan buah yang terlarang itu ialah keduanya, artinya baik Adam atau pun Hawa keduanya sama-sama bertanggung jawab dan sama-sama bersalah.
Adalagi, Q.S Thaaha mengungkapkan lebih tegas, bahwa yang pertama-tama bersalah sesungguhnya bukanlah Hawa diantara keduanya, melainkan Adam-lah yang bertanggung jawab atas kesalahannya, tegasnya laki-laki.
Q.S Thaaha ayat 15,
ولقد عهدنا إلى ادم من قبل فنسي ولم نجد له عزما
"Dan sunghuh, telah Kami pesankan kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan Kami tidak dapati kemauan kuat padanya."
Di ayat ini terlihat jelas tanggung jawab seorang laki-laki dan kepada orang yang beftanggung jawab tersebut dijatuhkan perintah dan diambil janji bahwa tidak akan dimakannya buah ya g terlarang. Akan getapi, dia lupa akan perintah tersebut atau dia telah lalai.
Kisah ini, dikukuhkan Al Qur'an dalam ayat ke 120,121 dan 122 sebagai berikut :
"Kemudian setan membisikan (pikiran jahat) kepadanya, dengan berkata, 'Wahai Adam, maukah kau ku tunjukkan kepada mu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa ?"
"Lalu keduanya memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mewka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga dan telah durhaka lah Adam kepada Tuhannya dan telah sesat lah dia."
"Kemudian Tuhannya memilih dia, maka dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk."
Dari runutan ini, kita mendapati dua gambaran karakter manusia antara laki-laki dan perempuan yang dikisahkan oleh Kitab Kejadian (Perjanjian Lama) sebagai pegangan orang Yahudi dan Kristen, dengan yang dikisahkan oleh Al Qur'an.
Buya Hamka kemudian memberi simpulan bahwa pribadi yang bernama Adam yang tersebut dalam Kitab Kejadian ialah seorang yang lemah, lekas jatuh diperdaya istrinya. Sementara Al Qur'an menyebutkan bahwa keduanya memiliki andil yang sama, sama-sama tergoda, sama-sama terpedaya oleh bisikan iblis.
.
.
*Gerakan Perempuan adalah Ikhtiar Mewujudkan Keseimbangan*
Jangan samakan seimbang dengan setara. Mungkin, kerapkali banyak dari sebagian aktivis menyamakannya. Feminis, apalagi yang begitu gencar mengusung kesetaraan, seolah-olah jika telah setara akan seimbang. Jika seimbang, maka itulah Adil. Hati-hati, umat Islam tidak boleh gagal dalam memahami konsep Adil, yang jelas-jelas menjadi misi jangka panjang kita. Tegas sekali, Allah mengungkap ini sebagai tugas manusia seluruhnya (Q.S Al Maidah ayat 8) yang akan mendekatkan manusia kepada Taqwa (sebagai orientasi).
Keseimbangan dan kesetaraan adalah dua terma dengan makna berbeda, dimana keseimbangan adalah misi Tuhan yang dijalankan sebagai manifestasi dari sifat Arrahman-Nya (Q.S Arrahman ayat 8). Maka ayat ke delapan ini juga mengantarkan kita pada sebuah konsep ketuhanan dan keberadaan alam semesta, juga eksistensi manusia (khususnya mukmin) sebagai pewarisnya yg sah. Maka dari Arrahman itulah kita belajar, bagaimana setiap manusia memiliki peran, fungsi dan tugas utama, yaitu menjaga keseimbangan yang telah diletakkan-Nya.
Maka, gerakan yang benar adalah gerakan yang berusaha menjaga keseimbangan (kayak lagi bahas teori senam kebugaran ya, hehe)
*Menyoal Gerakan Perempuan Progresif*
Progresif andai boleh saya memaknainya dalam bahasa arab, mungkin ia mendekati pada makna dawam, atau tawasul; walaupun dalam terma modern saya lebih suka menyejajarkannya dengan makna visioner. Secara baku, menurut buku-buku dan artikel yang ditulis pengertian progresif adalah suatu perubahan yang terjadi yang sifatnya maju, meningkat, meluas, berkelanjutan atau bertahap selama periode waktu tertentu. Dalam bahasa politik, progresif seringkali diartikan sbg orang yang mendukung ide-ide baru dan perubahan sosial yang modern.
Singkatnya progresifitas perlu diberikan penekanan yang lebih substansial, yaitu berorientasi pada keabadian (ukhrowi), dan responsif terhadap permasalahan yang berkembang (adaptif dengan zamannya).
Gerakan-gerakan ini misalnya, dicontohkan Al Ghazali saat mengatasi kekalahan umat di era perang salib. Dengan penetrasi madrasah dan pembaharuan sistem pendidikan, mulai dari tujuan pengajaran, kurikulum, sasaran, dlsb. Sebagai perempuan, hal ini perlu disikapi dengan serius mengingat sebuah qoul ulama, "Al Ummu Madrasatul Uula", bahwa ibu yang tidak lain adalah perempuan ini merupakan madrasah pertama.
Kedua, contoh itu secara spesifik, kita temukan pada para perempuan di Indonesia seperti Rohana Kuddus, R.A Dewi Sartika, dll. Apa yang dilakukan Rohana ataupun Dewi sartika di bidang pengajaran untuk kaum nya, dan juga tentu saja Kartini, merupakan respon atas keprihatinan kondisi yang dialami perempuan umum saat itu. Barangkali, lebih sederhana dari konstruksi gerakan yang kita bayangkan.
Di Indonesia sendiri gerakan progresif dicontohkan oleh misalnya, K.H Ahmad Dahlan, dimana kepulangannya dari Makkah saat itu, membangkitkan kesadaran bathin nya, penting melakukan gerakan amar ma'ruf nahyi munkar. Dimana tak lain saat itu dilatari dengan fenomena TBC di tengah umat, disamping juga kolonialisme yg meraja.
Jika kita cermati, dari beberapa sumber yg menceritakan kelahiran Muhammadiyah, salah satu spirit gerakan nya itu ialah hasil tadabbur dari Q.S Al Maaun, yang ia hayati, lalu diajarkan pada para santrinya, hingga menjadi alasan untuk melakukan gerakan-gerakan sosial.
Komentar
Posting Komentar