Pandemi dan Aspirasi Zaman

( Catatan kecil dari diskusi bersama Mas Kartika Nur Rahman, Zakatin )


"Banyak pandemi merubah sejarah," pungkas Mas Nur dalam paparannya tadi malam. Ia menanggapi pertanyaan Pak Fauzul Mubin tentang wabah covid-19, "apakah mungkin wabah ini akan menjadi fase bangsa Indonesia mengalami 'belokan sejarah' (mengutip bahasa Anis Matta) ?.

Kemungkinan itu dicontohkan pemapar dengan apa yang terjadi pada negara-negara kuat seperti Amerika, Eropa di tahun 1300 -an, yang juga mengalami perubahan sejarah dg asbab pandemi. Apakah demikian juga dengan perjalanan  Indonesia sebagai bangsa dan negara kesatuan ?

Siangnya, pun saya membaca sepintas analisa dari bung 'Gueinul' di laman medsosnya mengenai bentuk negara, tentang relevansi NKRI dewasa ini dan kerinduannya atas RIS, ungkapnya, pola otonomi daerah yg telah berlaku saat ini lebih mendekati bentuk negara federal ketimbang negara kesatuan. Meski hal itu pun dibantah (kebetulan oleh Mas Nur juga), mengenai perbedaan mendasar antara negara federal dan sistem desentralisasi pada daerah tingkat dua, di Indonesia saat ini. 
Baik, memang bukan (hanya) itu yg ingin saya tulis.

Genealogi Intelegensia Muslim dan Kuasa yang dibedah dengan bahasa renyah itu, paling tidak menerbitkan satu-dua point penting dalam catatan saya sebagai bagian dari kaum muda muslim. Tentang bagaimana segelintir orang dapat bersatu menciptakan sebuah momentum sebagai respon zaman. Mungkin,  revolusioner sifatnya. Kelompok intelegensia ini, tidak selalu disatukan oleh faktor identitas, walau tidak dipungkiri adanya penisbatan agama, namun pemapar lebih menekankan aspek kesamaan ide dan aspirasi zaman yg menjadi faktor determinan (boleh dikoreksi kalau sy keliru). Hal ini menghadirkan kesimpulan sementara bagi sy khususnya, "oh mungkin, kalau dalam bahasa politikus itu begini: tidak ada pertemanan dan permusuhan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan". Memang, nampaknya kepentingan selalu menjadi alasan mendasar terhimpunnya sekumpulan manusia.

Menyoal aspirasi zaman, generasi intelegensia yang telah berlangsung 6 angkatan menurut Yudi Latif ini, menjadi faktor mendasar lahirnya sebuah produk gagasan baru. Memang tidak begitu jelas bagaimana cara menentukan ambang batas lahirnya generasi baru, namun berkaitan dengan angkatan ke-7 gen. Intelegensia ini, dapat dihimpun atas nama ide / gagasan / pengetahua. "Biasanya yang menjadi dasar itu aspirasi-aspirasi zaman atau istilah lainnya Zeitgeist / semangat zaman", imbuh Mas Nur. Ia juga mencontohkan karakteristik dari angkatan pertama gen. Intelegensia muslim di Indonesia yang direpresentasikan oleh Agus Salim, Suryo Pranoto, H.O.S Tjokroaminoto, dan Tirto Adi Suryo yang kemudian membantu K.H Samanhoedi.
Nama terakhir ini, tidak asing dalam dunia gerakan, sebagai tokoh yang membidani Sarekat Dagang Islam (SDI), yang selanjutnya berubah menjadi SI. Organisasi ini, diantara produk yang dihasilkan oleh gen. Intelegensia pertama yang berhasil merespon aspirasi zaman.
Atau pada generasi 5 intelegensia muslim banyak muncul ekspresi-ekspresi seni dan budaya, seperti lautan jilbab-nya cak Nun, grup-grup Qasidah, dll.

"Angkatan antar generasi bisa dihitung rata-rata muncul per-20 tahun," ringkasnya. Hanya peralihan dari genrasi 5 ke 6, itu berlangsung 10 tahun, yang mungkin terimbas dari adanya momentum Orba. Wajar, jika kelompok Intelegensia generasi ke-7 ini sudah dinantikan mengingat kurun waktu normal yang direkam sejarah, saat ini telah melampaui 20 tahun ('98-'20). Salah satu peserta (diskusi ini) pun bertanya, "aspirasi zaman gen.7 ini seperti apa ?" Pak sigit, anggota DPRD asal Jogja pun unjuk pertanyaan. Yang jelas akhirnya, aspirasi zaman ini perlu dicermati dan menjadi PR bersama.


Gagasan Urban Farming Marabumi

Diantara respon terhadap kondisi kelangkaan dan keterbatasan pangan khususnya di Jakarta, konsep Urban Farming menjadi cukup relevan diketengahkan. Teknik microgreens misalnya, belum lama ini ditawarkan Marabumi kepada publik, sebagai alternatif solusi mengatasi keterbatasan pangan sehat.

Mungkin, ini hanya aspirasi dari sekelompok kecil saja,  semacam tanggap darurat bencana. Tapi bagaimana kalau kondisi ini berlangsung lama, dan Indonesia serius mengalami krisis sumber daya ?. Wabah  covid-19 ini, nyatanya juga bukan terjadi di negara kita, melainkan dunia. Sudan, yang memang terbiasa tandus, semakin tersandra dan serba terbatas (kata saudara disana), begitu juga turki yang cukup ketat memberlakukan lockdown (kata saudara juga yg disana). Malaysia cukup beruntung, mendapat berkah kebijakan pemerintahnya. "PUTRAJAYA: Perdana Menteri, Muhyiddin Yassin mengumumkan pakej rangsangan ekonomi prihatin rakyat sebanyak RM250 bilion untuk menangani impak pandemik Covid-19", demikian kutipan berita yg diforward saudara saya disana.

Indonesia rasanya cukup tertolong dengan lembaga-lembaga swasta, sesama warga yang terasah kepeduliannya. Berkah juga, karakter gotong royong bangsa Indonesia, sangat menolong di tengah kondisi sulit seperti ini. Prediksi puncak dan surutnya wabah juga masih banyak versi. Belum lagi kondisi masyarakat yang diatur dan pemerintah yang mengatur juga belum solid. Upaya untuk mengatasi krisis harus tumbuh dari setiap pribadi, saling menjaga kelangsungan hidup sesamanya.

Apakah gagasan ini suatu indikasi aspirasi zaman ? Wallaahu 'alam.



ER.
Tebet, 6 April 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEBAGAI INSTRUKTUR KAMMI (1)

Harusnya, Munadzomun Fii Syu'unihi

SEBAGAI INSTRUKTUR KAMMI (2)