ADAB DALAM BERNEGARA

INSISTS, 5 Agustus 2018

*Notulensi kajian yang disampaikan oleh Dr. Adian Husaini, dalam agenda belajar Islam yang diselenggarakan oleh komunitas Indonesia Tanpa #JIL. Dengan Moderator, Akmal Sjafriel. 
Kata kunci: Muslim; Indonesia; Adab; Negara. 

Menjadi muslim yang baik berarti menjadi orang Indonesia yang baik. Walaupun sebagian orang beranggapan muslim yang baik belum tentu menjadi orang Indonesia yang baik.  
Kita sebenarnya bukan hanya bisa menjadi seorang muslim yang baik. Namun juga bisa menjadi orang Indonesia yang baik. Perhatikan, 300 tahun kita dijajah oleh orang kafir, namun kita tidak memungkiri bahwa ada yang baik di dalamnya (muslim yang baik).

Sebagai contoh, saya (kata Ustadz) sebagai orang Depok dengan pemimpin nya orang muslim, akan lebih bisa menjadi penghuni surga dari orang solo yang walikota non muslim ?  Disinilah letak pentingnya adab dalam bernegara. Adab itu right action, perbuatan yang benar, sikap jiwa, akhlak yang kokoh. Sebab jiwa  tidak dapat dilihat, maka baik buruknya dapat dilihat dari manifestasi perbuatannya. 
Porsi adab dalam Islam itu seharusnya mencapai 2/3. Dikatakan juga oleh Ibnu Mubaarok, "Aku belajar adab 30 tahun, sedangkan belajar ilmu, 20 tahun lamanya. 

Bagaimana cara kita mendudukkan diri sebagai orang Indonesia sekaligus orang Islam? 

Prof. Al-Attas (1975), dalam tulisannya tentang beradab dalam bernegara. Ia menyatakan "kita sebagai muslim memiliki sesuatu panutan untuk menjadi model (nilai mutlak). Adapun barat, pandangannya adalah suatu relativitas". Nilai mutlak inilah yang diajarkan dalam keteladanan Rosulullah, yang tidak akan berubah oleh waktu, nilainya untuk manusia. Hakikat nilai ialah bahwa kita harus meletakan loyalitas kita pada suatu yang tidak pernah berubah.  Puncak peradaban Islam terjadi pada masa Rasulullah SAW dan para Shahabat, mereka adalah model manusia terbaik dimana Allah telah benar-benar menjadikan Rasulullah itu sebagai teladan, dan ditugaskan untuk menyempurnakan akhlak manusia. (inna maa bu'itstu li utammima makaarimal akhlaq). Sehingga sebaik-baik manusia itu ialah yang paling baik akhlaqnya., ahsanuhum khuluqon. Model dari Rosulullah itu tidak berubah, sifatnya tetap, apa yang baik di masa dulu (Rasulullah) juga akan baik untuk saat ini. Itulah absolute value.

Selain itu, seorang muslim haruslah meletakan loyalitasnya kepada Allah SWT, bukan kepada pemimpin suatu negara. Sebab ini akan kekal. Jika loyalitas itu diletakan kepada  government, rezim, penguasa, maka ia akan berubah, karena nilai-nilai yang ada di dalamnya selalu berubah. Jadi loyalitas itu diletakan pada yang lebih kekal kedudukannya. 

Seseorang yang baik, merupakan manifestasi dari akhlak yang baik. Jika seorang manusia sudah baik sebagai manusia, maka ia sudah pasti baik sebagai warga negara, sebagai pekerja, dan sebagai peran lainnya. Tapi tidak sebaliknya. Manusia yang baik sebagai pekerja, belum tentu baik di sisi lainnya,karena akan ada tuntutan di dalamnya. Proses menjadi  manusia baik ini yang juga ditulis Al-Attas, bahwa tujuan pendidikan adalah menjadi manusia yang baik sebagai manusia. Maka, peran pendidikan disini menjadi sangat penting, dalam pembentukan manusia baik. 

Adab memiliki peran sangat sentral. Orang yg tidak beradab tidak bisa menjalankan syariat dengan baik, dan pada akhirnya akan merusak Islam. Al-Attas meneruskan, hakikatnya adab itu lahir dari hikmah. Bukan sekedar tahu, tapi paham dan dapat melaksanakannya. Rumusan ini bermula dari Tauhid yang mewajibkan hadirnya iman. Iman mewajibkan syariat, dan syariat mewajibkan adab. Oleh karenanya mengapa orang yang tidak beradab tidak dapat menjalankan syariat. 

Di Indonesia, bisa jadi ada nilai-nilai yang  baik bagi negera, namun belum tentu baik bagi Islam. Misalnya, bagi negara, orang bijak itu ialah mereka yang taat pajak. Lalu bagaimana dengan orang yang rajin zakat dan sedekah?. Kadangkala ukuran baik atau buruk di masing-masing negara tidak sama dengan agamanya. Lalu, sikap kita terhadap negara haruslah loyal, sejauh negara juga menjaga loyalitasnya pada Allah SWT. Hal ini bukan tanpa dasar bernegara, melainkan telah ditetapkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dimana telah diletakan adab tertinggi kepada Allah SWT, pada kalimat "Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur", ini merupakan qasam. Sehingga politisi muslim di Indonesia, jangan sekali-kali menyuarakan sekularisme. Ini bagian dari adab bernegara. Begitupun pejabat dan warga negara lainnya. Adab dalam berpolitik itu, kita tidak boleh berlebihan dalam membenci. Namun, kita harus menyampaikan dengan baik ketidak setujuan kita, (dengan data-data). Jangan sampai memfitnah, jangan sampai berbuat tidak baik, jangan sampai melanggar rambu-rambu yang ditetapkan Islam. 

Sebenarnya, agenda kita saat ini adalah membangun manusia yang siap untuk ditempatkan. Negara harus mempunyai pertimbangan dalam memelihara bibit unggul warga negaranya. Kalaulah sistem yang terbaik adalah khilafah, lalu siapa khalifah (pemimpin) terbaiknya?
Kekhalifahan ini adalah sistem politik. Jika tidak dotopang dengan otoritas keilmuan, apa yang akan dilakukan?
Begitupun dengan syariat, ia adalah sesuatu yang tinggi, Al-Islamu ya'luu wa laa yu'laa 'alaihi, syariat Islam itu tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Untuk mencapai hal ini, kita harus memperbaiki dari diri kita sendiri. Jangan sampai sebuah khilafah sudah ada, namun otak kita sendiri tidak benar.
Maka dalam rangka menegakan syariat, diperlukan orang yang ihsan dan shiddiq, jujur, benar. Karena kalau tidak, maka akan diperjualbelikan. 
Khilafah adalah sistem syariat. Tapi tidak cukup melihat sistemnya, perlu dilihat juga siapa orang yang siap melaksanakannya. Kehancuran sistem bermula dari kehancuran manusianya. Jangan hanya melihat sistem di Madinah, tapi lihat orangnya. 




Q&A
- Bagaimana mentransfer langkah dahulu kala ke zaman saat ini?
Jangan kita lihat kepada sistem yang ada, namun kita harus siapkan manusianya. Sistem khilafah itu hampir sama dengan kerajaan. Kalo Plato bilang bahwa pemerintah yang baik itu ada yang dipimpin oleh sekumpulan orang bijak. Agenda kita yang urgent itu ialah mempersiapkan manusia yang siap dengan suatu sistem tersebut. Politik itu penting, namun jika tidak dipimpin oleh ulama yang mengerti, maka tidak bisa apa apa. Yang kita butuhkan adalah kita harus mempersiapkan seseorang yang menjadi ahli.


Simpulan:
Jika ingin mengembalikan peradaban Islam, memang butuh waktunya. Kita harus kembali menjadi ahli di semua bidang untuk mengcounter ilmu ilmu yang sekarang dikuasai oleh orang orang sekuler. PR kita sangat banyak. Kita tidak bisa kerja sendiri sendiri. Kita harus bekerja sama untuk hal ini. Pikirkan apa yang bisa kita lakukan untuk dakwah ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEBAGAI INSTRUKTUR KAMMI (1)

Harusnya, Munadzomun Fii Syu'unihi

SEBAGAI INSTRUKTUR KAMMI (2)