Menghindari Tidak Pasti (Catatan Tapi 1)
HIDUP,
harus dipastikan, jalani yang pasti-pasti saja.
Tapi apa bisa
kita menghindar dari ketidak pastian. Kata Mas Faqih, “cewek, sukanya memmang
dikasih kepastian, padahal kepastian itu belum tentu kebenaran”. Aku berpikir
kembali, tentang hal sia-sia yang mengganggu hidup manusia, seperti dengan
sengaja hal itu terjadi sebagai resintensi perjuangan. Beruntung, andai
disadari, walau sadarnya di akhir, ini masih tergolong nafs al lawwamah dalam
kategorisasi jenis-jenis nafsu menurut sebagian ‘alim, seperti Prof. Mujib. Hal
sia-sia itu mengganggu keseriusan berjuang, mengacaukan langkah menuju
kemenangan. Karena sia-sia itu tiddak berguna. Dan kita perlu bertanya, jika
seseorang beranggapan bahwa di dunia tiada yang sia-sia, maka apakah ketidak
bergunaan itu tidak ada ? bukan kah ia adalah lawan kata ari berguna ? apakah
sebuah lawan kata itu tidak ada ? jawabannya tidak mungkin. Karena sudah pasti,
semua diciptakan dan dijadikan-Nya berpasang-pasangan. Begitupun lawan,
hakikatnya adalah pasangan, namun pasangan yang berlawanan. Karena yang namanya
pasangan sudah tentu tidak sama, seperti kanan dan kiri, depan belakang, malam
dan siang, baik dan buruk, juga lainnya yang masih banyak lagi.
Klausul
atas menjalani kepastian seringkali ditujukan pada kondisi-kondisi galau yang
gamang. Atas kebenaran yang belum bertemu dengan muara. Dalam pencarian
kebenaran, ribuan kata akan bergulat, ratusan buku dibaca, jutaan ‘alim harus
disimak. Yang tiada kalah penting adalah triliunan ayat illahi dipahami,
diimani. Baik ayat qouli atau pun qouni. Pada kejadian paling sederhana, dalam
muamalah setiap harinya, kerap kali bahkan pasti dihadapkan pada pilihan, untuk
melakukan atau meninggalkan, memilih yang satu atau meninggalkannya, mengambil
atau mengabaikan. Hendaklah memiliki preferensi yag tak tepat, agar setiap
pilihan selalu jatuh padda yang benar. Benar dalam makna sesuai standar
pencipta langit, bumi dan seisinya.
Dalam menjalankan
hidup, bersama pilihan-pilihannya, akan sangat berisiko jika terlalu ceroboh
tanpa perhitungan, akan sangat celaka jika tanpa perencanaan. Walaupun seringkali
takdir hadir jauh diluar lingkar rencana, tapi biarlah itu menjadi demarkasi
antara kuasa manusia dengan Tuhan (Allah). Hidup yang terlalu beresiko dan
celaka ini, dapat dipastikan tidak diinginkan siapapun. Maka dari itu,
kesia-siaan alias ketidak bergunaan harus dijauhi. Dengan cara berpikir dulu,
sebelum bertindak apapun. Jangan pisahkan detik kehidupan dari berpikir. Saya pun,
jadi ingat motto Bapak, waktu memimpin pondok pesantren Darul Mustofa, sebelum
akhirnya pindah ke Daaruzzahra, yaitu “Berfikir untuk Ummat”. Motto yang
didapatnya selama mondok di gontor puluhan tahun lalu, seringkali dingiangkan pada
anak-anaknya saat daras kitab-kitab klasik di ujung senja. Jadi berpikir adalah
aktivitas laksana nafas.
Pada catatan
tentang “Tapi” kali ini, manusia tidak dapat terhindar dari ketidak pastian. Sebab
jika mengambil tamsil (pemisalan) dari kepastian janji Allah, ia membersamakan
ketidak pastian sebelumnya. Yakni dengan
cara merahasiakan sebagian dari berita kebenarannya. Yaitu diantaranya, tentang
hari kiamat, yang diceritakan dalam puluhan ayat Al-Qur’an, tentang kepastian
datangnya, namun kedatangan kiamat sebagai suatu yang pasti ini tidak pernah
diterangkan kepastian waktunya kapan, kecuali hanya diberikan tanda-tandanya
saja. Wallaahu ‘ilmu as-saa’ah. Dan di
siis Allah lah pengetahuan tentang hari kiamat. Disampaikan juga dalam dialog
jibril dan Rosulullah Muhammad dalam Hadistul Arba’in nomor dua, tentang
pokok-pokok Agama.
Coffe Toffe - Bogor, 25 Februari 2018 (Ba'da TC 1)
Komentar
Posting Komentar